Teori
Belajar Eggen
Eggen dan Kauchak (1993: 319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang
digunakan guru agar siswa saling -membantu dalam mempelajari sesuatu. Oleh
karena itu belajar kooperatif ini juga dinamakan “belajar teman sebaya.”. Kooperatif adalah suatu gambaran
kerjasama antara individu yang satu dengan lainnya dalam suatu ikatan tertentu.
Ikatan–ikatan tersebut yang menyebabkan antara satu dengan yang lainnya merasa
berada dalam satu tempat dengan tujuan–tujuan yang secara bersama–sama
diharapkan oleh setiap orang yang berada dalam ikatan itu.
Pemikiran tersebut hanya merupakan suatu gambaran sederhana apa yang
tersirat tentang kooperatif. Pembelajaran
kooperatif merupakan metode pembelajaran dengan siswa bekerja dalam
kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengajarkan materi
yang agak kompleks, membantu mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi
sosial, dan hubungan antara manusia. Belajar secara kooperatif dikembangkan
berdasarkan teori belajar kognitif konstruktivis dan teori belajar social.
Menurut Arends (1997: 111), pembelajaran yang menggunakan model kooperatif
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk
menyelesaikan materi belajar.
b.
Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang dan rendah
c.
Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras,
budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda
d.
Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada
individu.
Secara umum, pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mencipatakan ikatan
yang kuat antar siswa, membangun kecerdasan sosial dan emosional, sehingga pada
akhirnya siswa bisa berinteraksi terhadap lingkungannya dengan segala kemampuan
dan potensi diri yang berkembang dengan baik. Secara garis besar, tujuan
tersebut bisa dicapai apabila memenuhi indikator sebagai berikut:
a. Kemandirian yang positif
Kemandirian yang positif akan berhasil dengan baik apabila setiap anggota
kelompok merasa sejajar dengan anggota yang lain. Artinya satu orang tidak akan
berhasil kecuali anggota yang lain merasakan juga keberhasilannya. Apapun usaha
yang dilakukan oleh masing-masing anggota tidak hanya untuk kepentingan diri
sendiri tetapi untuk semua anggota kelompok. Kemandirian yang positif merupakan
inti pembelajaran kooperatif.
b. Peningkatan interaksi
Pada saat guru menekankan kemandirian yang positif, selayaknya guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling mengenal, tolong menolong,
saling bantu, saling mendukung, memberi semangat dan saling memberi pujian atas
usahanya dalam belajar. Aktivitas kognitif dan dinamika kelompok terjadi pada
saat siswa diikutsertakan untuk belajar mengenal satu sama lain. Termasuk dalam
hal ini menjelaskan bagaimana memecahkan masalah, mendiskusikan konsep yang
akan dikerjakan, menjelaskan pada teman sekelas dan menghubungkan dengan
pelajaran yang terakhir dipelajari.
c. Pertanggungjawaban individu
Tujuan kelompok dalam pembelajaran kooperatif adalah agar masing-masing
anggota menjadi lebih kuat pengetahuannya. Siswa belajar bersama sehingga
setelah itu mereka dapat melakukan yang lebih baik sebagai individu. Untuk memastikan bahwa masing-masing anggota
lebih kuat, siswa harus membuat pertanggungjawaban secara individu terhadap
tugas yang menjadi bagiannya dalam bekerja. Pertanggungjawaban individu akan
terlaksana jika perbuatan masing-masing individu dinilai dan hasilnya
diberitahukan pada individu dan kelompok.
Dalam proses belajar mengajar, para siswa perlu dilatih untuk bekerja sama
dengan rekan-rekan sebayanya. Ada kegiatan belajar tertentu yang akan lebih
berhasil jika dikerjakan secara bersama-sama, misalnya dalam kerja kelompok,
daripada jika dikerjakan sendirian oleh masing-masing siswa. Latihan kerja sama
sangatlah penting dalam proses pembentukan kepribadian anak. Pembelajaran
kooperatif mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
Keterampilan ini amatlah penting untuk dimiliki siswa dalam rangka memahami
konsep-konsep yang sulit, berpikir kritis dan kemampuan membantu teman.
Para ahli psikologi umumnya sependapat bahwa siswa-siswa mudah memahami
konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkret
dan dikerjakan secara bersama-sama. Dalam ranah pengembangan kepribadian dan
konsep diri siswa, konselor di sekolah dapat menerapkan pembelajaran kooperatif
dalam konseling melalui teknik sebagai berikut:
1.
Bimbingan kelompok
Dalam bimbingan kelompok sebaiknya dibentuk kelompok-kelompok kecil yang
lebih kurang terdiri dari 4-5 orang. Murid-murid yang telah tergabung dalam
kelompok-kelompok kecil itu mendiskusikan bersama sebagai permasalahan termasuk
didalamnya permasalahan belajar.
2.
Peer Konseling
Melalui peer konseling, hubungan sosial dan kecerdasan emosional siswa
meningkat dan menjadi lebih baik. Dalam hal ini siswa bisa saling bekerjasama
untuk menyelesaikan permasalahan.
3.
Organisasi murid dan kegiatan bersama
Kegiatan bersama merupakan teknik bimbingan yang baik, karena dengan
melakukan kegiatan bersama mendorong anak saling membantu sehingga relasi sosial
positif dapat dikembangkan dengan baik. Organisasi siswa dapat membantu dalam
proses pembentukan anak, baik secara pribadi maupun secara sebagai anggota
masyarakat.
4. Sosiodrama
Sosiodrama
adalah suatu cara dalam bimbingan yang memberikan kesempatan pada murid-murid
untuk mendramatisasikan sikap, tingkah laku atau penghayatan seseorang. Maka
dari itu sosiadrama dipergunakan dalam pemecahan-pemecahan masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar