Selasa, 25 Desember 2012




Teori Belajar Ausubel

Sebagai pelopor aliran kognitif, David Ausable mengemukakan teori belajar bermakna (meaningful learning). Belajar bermakna adalah proses mengaitkan dalam informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. (Ratna Willis Dahar: 1996). Selanjutnya dikatakan bahwa pembelajaran dapat menimbulkan belajar bermakna jika memenuhi prasayasat, yaitu:
1.      Materi yang akan dipelajari melaksanakan belajar bermakna secara potensial
2.      Anak yang belajar bertujuan melaksanakan belajar bermakna. Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung dari materi itu memiliki kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.

Berdasarkan pandangannya tentang belajar bermakna, maka David Ausuble mengajukan 4 prinsip pembelajaran , yaitu:

1.     Pengatur awal (advance organizer)
Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama denan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Pemggunaan pengatur awal tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam materi , terutama materi pelajaran yang telah mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan prestasi suatu pokok bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.


2.     Diferensiasi progresif
Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep. Caranya unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.


3.     Belajar superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami petumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsepkonsep yang lebih luas dan inklusif.

4.     Penyesuaian Integratif
Pada suatu sasat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausable mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integratif Caranya materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan hiierarkhi-hierarkhi konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan. Penangkapan (reception learning). Menurut Ausubel , siswa tidak selalu mengetahui apa yang penting atau relevan untuk dirinya sendiri sehigga mereka memerlukan motivasi eksternal untuk melakukan kerja kognitif dalam mempelajari apa yang telah diajarkan di sekolah. Ausable menggambarkan model pembelajaran ini dengan nama belajar penangkapan.

Inti belajar penangkapan yaitu pengajaran ekspositori, yakni pembelajaran sistematik yang direncanakan oleh guru mengenai informasi yang bermakna (meaningful information). Pembelajaran ekspositori itu terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1.      Penyajian advance organizer
Advance organizer merupakan pernyataan umum yang memeperkenalkan bagian-bagian utama yang etrcakup dalam urutan pengajaran. Advance organizer  berfungsi untuk menghubungkan gagasan yang disajikan di dalam pelajaran dengan informasi yang telah berda didalam pikiran siswa, dan memberikan skema organisasional terhadap informasi yang sangat spesifik yang disajikan.

2.      Penyajian materi atau tugas belajar.
Dalam tahap ini, guru menyajikan metri pembelajaran yang baru dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikan tugas-tugas belajar kepada siswa. Ausuble menekankan tentang pentingnya mempertahankan perhatian siswa, dan juga pentingnya pengorganisasian meteri pelajaran yang dikaitakan dengan struktur yang terdapat didalam advance organizer. Dia menyarankan suatu proses yang disebut dengan diferensiasi progresif, dimana pembelajaran berlangsung setahap demi setahap, dimulai dari konsep umum menuju kepada informasi spesifik, contoh-contoh ilustratif, dan membandingkan antara konsep lama dengan konsep baru.

3.      Memperkuat organisasi kognitif.
Ausuble menyarankan bahwa guru mencoba mengikatkan informasi baru ke dalam stuktur yang telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran, degan cara mengingatkan siswa bahwa rincian yang bersifat spesifik itu berkaitan dengan gambaran informasi yang bersifat umum. Pada akhir pembelajaran ini siswa diminta mengjukan pertanyaan pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya terhadap pelajaran yang baru dipelajari, menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan pengorganisasian materi pembelajaran sebagaimana yang dideskripsikan didalam advance organizer samping itu juga memberikan pertanyaan kepada siswa dalam rangka menjajaki keluasan pemahaman siswa tentang isi pelajaran.

Ausubel (dalam Dahar, 1988:137) mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna (meaningful)  jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Ausubel (dalam Dahar ,1988 :142) juga menyatakan bahwa agar belajar bermakna terjadi dengan baik dibutuhkan beberapa syarat, yaitu :
1.      Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial,
2.      Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna      sehingga mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.



Dikatakan lebih lanjut oleh Ausubel (Dahar ,1989 :141) ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu :
(a)  Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat,
(b)  Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip,
(c)   Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.

Belajar bermakna (meaningfull learning) yang digagas David P. Ausubel adalah suatu proses pembelajaran dimana siswa lebih mudah memahami dan mempelajari, karena guru mampu dalam memberi kemudahan bagi siswanya sehingga mereka dengan mudah mengaitkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya. Sehingga belajar dengan “membeo” atau belajar hafalan (rote learning) adalah tidak bermakna (meaningless) bagi siswa. Belajar hafalan terjadi karena siswa tidak mampu mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang lama.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam skema yang telah ia punya. Dalam prosesnya siswa mengkonstruksi apa yang ia pelajari dan ditekankan pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena,  dan fakta-fakta baru kedalam system pengertian yang telah dipunyainya.Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna. Mereka yang berada pada tingkat pendidikan dasar, akan lebih bermanfaat jika siswa diajak beraktivitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, akan lebih efektif jika menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi.





Empat tipe belajar menurut Ausubel, yaitu:

A.      Belajar dengan penemuan yang bermakna
Yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajarinya atau siswa menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru itu ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
B.      Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna
Yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
C.      Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna
Materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan pengetahuan yang ia miliki.
D.     Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna
Yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan yang ia miliki. Prasyarat agar belajar menerima menjadi bermakna menurut Ausubel, yaitu:
a.       Belajar menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa memiliki strategi belajar bermakna,
b.      Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada siswa harus sesuai dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa,
c.       Tugas-tugas belajar yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar