Teori Belajar Ausubel
Sebagai pelopor aliran kognitif, David Ausable
mengemukakan teori belajar bermakna (meaningful learning). Belajar bermakna
adalah proses mengaitkan dalam informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan
dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. (Ratna Willis Dahar: 1996).
Selanjutnya dikatakan bahwa pembelajaran dapat menimbulkan belajar bermakna
jika memenuhi prasayasat, yaitu:
1. Materi yang akan dipelajari
melaksanakan belajar bermakna secara potensial
2. Anak yang belajar bertujuan
melaksanakan belajar bermakna. Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial
tergantung dari materi itu memiliki kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang
relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.
Berdasarkan pandangannya tentang belajar bermakna,
maka David Ausuble mengajukan 4 prinsip pembelajaran , yaitu:
1.
Pengatur awal (advance organizer)
Pengatur
awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep
lama denan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Pemggunaan pengatur awal
tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam materi , terutama materi
pelajaran yang telah mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali
pembelajaran dengan prestasi suatu pokok bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu
digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
2.
Diferensiasi progresif
Dalam
proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep.
Caranya unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan dahulu kemudian baru
yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.
3.
Belajar superordinat
Belajar
superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami petumbuhan kearah
deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep
dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus
berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat
akan terjadi bila konsepkonsep yang lebih luas dan inklusif.
4.
Penyesuaian Integratif
Pada
suatu sasat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih
nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang
sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif
itu, Ausable mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integratif Caranya
materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan
hiierarkhi-hierarkhi konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi
disajikan. Penangkapan (reception learning). Menurut Ausubel , siswa tidak
selalu mengetahui apa yang penting atau relevan untuk dirinya sendiri sehigga
mereka memerlukan motivasi eksternal untuk melakukan kerja kognitif dalam
mempelajari apa yang telah diajarkan di sekolah. Ausable menggambarkan model
pembelajaran ini dengan nama belajar penangkapan.
Inti belajar penangkapan yaitu pengajaran ekspositori,
yakni pembelajaran sistematik yang direncanakan oleh guru mengenai informasi
yang bermakna (meaningful information). Pembelajaran ekspositori itu terdiri
dari tiga tahap, yaitu:
1.
Penyajian advance organizer
Advance
organizer merupakan pernyataan umum yang memeperkenalkan bagian-bagian utama
yang etrcakup dalam urutan pengajaran. Advance organizer berfungsi untuk menghubungkan gagasan yang disajikan
di dalam pelajaran dengan informasi yang telah berda didalam pikiran siswa, dan
memberikan skema organisasional terhadap informasi yang sangat spesifik yang
disajikan.
2.
Penyajian materi atau tugas belajar.
Dalam
tahap ini, guru menyajikan metri pembelajaran yang baru dengan menggunakan
metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikan tugas-tugas belajar kepada
siswa. Ausuble menekankan tentang pentingnya mempertahankan perhatian siswa,
dan juga pentingnya pengorganisasian meteri pelajaran yang dikaitakan dengan
struktur yang terdapat didalam advance organizer. Dia menyarankan suatu proses
yang disebut dengan diferensiasi progresif, dimana pembelajaran berlangsung
setahap demi setahap, dimulai dari konsep umum menuju kepada informasi
spesifik, contoh-contoh ilustratif, dan membandingkan antara konsep lama dengan
konsep baru.
3.
Memperkuat organisasi kognitif.
Ausuble
menyarankan bahwa guru mencoba mengikatkan informasi baru ke dalam stuktur yang
telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran, degan cara mengingatkan siswa
bahwa rincian yang bersifat spesifik itu berkaitan dengan gambaran informasi
yang bersifat umum. Pada akhir pembelajaran ini siswa diminta mengjukan
pertanyaan pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya terhadap pelajaran
yang baru dipelajari, menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki
dan pengorganisasian materi pembelajaran sebagaimana yang dideskripsikan
didalam advance organizer samping itu juga memberikan pertanyaan kepada siswa
dalam rangka menjajaki keluasan pemahaman siswa tentang isi pelajaran.
Ausubel
(dalam Dahar, 1988:137) mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna
(meaningful) jika informasi yang akan
dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki
peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan
struktur kognitif yang dimilikinya. Ausubel (dalam Dahar ,1988 :142) juga
menyatakan bahwa agar belajar bermakna terjadi dengan baik dibutuhkan beberapa syarat,
yaitu :
1.
Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara
potensial,
2. Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan
belajar bermakna sehingga mempunyai
kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.
Dikatakan
lebih lanjut oleh Ausubel (Dahar ,1989 :141) ada tiga kebaikan dari belajar
bermakna yaitu :
(a) Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama
dapat diingat,
(b) Informasi yang
dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi
pelajaran yang mirip,
(c) Informasi
yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun
telah terjadi lupa.
Belajar bermakna (meaningfull
learning) yang digagas David P. Ausubel adalah suatu proses pembelajaran dimana
siswa lebih mudah memahami dan mempelajari, karena guru mampu dalam memberi
kemudahan bagi siswanya sehingga mereka dengan mudah mengaitkan pengalaman atau
pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya. Sehingga belajar dengan “membeo” atau
belajar hafalan (rote learning) adalah tidak bermakna (meaningless) bagi siswa.
Belajar hafalan terjadi karena siswa tidak mampu mengaitkan pengetahuan baru
dengan pengetahuan yang lama.
Faktor-faktor utama yang
mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang
ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan
pada waktu tertentu. Seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke
dalam skema yang telah ia punya. Dalam prosesnya siswa mengkonstruksi apa yang
ia pelajari dan ditekankan pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam system
pengertian yang telah dipunyainya.Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat
mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna. Mereka
yang berada pada tingkat pendidikan dasar, akan lebih bermanfaat jika siswa
diajak beraktivitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan
pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, akan lebih efektif jika menggunakan
penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi.
Empat tipe belajar menurut
Ausubel, yaitu:
A. Belajar dengan penemuan yang
bermakna
Yaitu mengaitkan pengetahuan yang
telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajarinya atau siswa
menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru
itu ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
B. Belajar dengan penemuan yang tidak
bermakna
Yaitu pelajaran yang dipelajari
ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah
dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
C. Belajar menerima (ekspositori)
yang bermakna
Materi pelajaran yang telah
tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia
pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan pengetahuan yang ia miliki.
D. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna
Yaitu materi
pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai
bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dihafalkan tanpa mengaitkannya
dengan pengetahuan yang ia miliki. Prasyarat agar belajar menerima menjadi
bermakna menurut Ausubel, yaitu:
a. Belajar menerima yang bermakna
hanya akan terjadi apabila siswa memiliki strategi belajar bermakna,
b. Tugas-tugas belajar yang diberikan
kepada siswa harus sesuai dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa,
c. Tugas-tugas belajar yang diberikan
harus sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar